For the Rose

hontou no koto wa uta no naka ni aru
itsumo nara terekusakute ienai koto mo

Selalu lagu itu. Selalu lagu itu yang berhasil mengaduk-aduk perasaanku. Atau mungkin seseorang di balik lagu itu yang mengaduk-aduknya. Entahlah.
Kembali, hari itu, aku melewati jalan-jalan itu. Jalan-jalan kenangan itu. Mungkin tak semua dari jalan-jalan itu pernah kulalui bersamamu. Mungkin pula kau bahkan tak mengenal jalan-jalan itu. Mungkin hanya diriku sendirilah yang menciptakan kenangan ketika merambahkan kakiku di sana…
Kembali, hari itu, kuingin mendengarkan lagu-lagu yang merangkumku bersama kenangan itu. Namun sekarang kau bukanlah seseorang yang sama. Ikatan kita tidak lagi sama. Berbagai tembok penghalang menghampar di antara kita. Dan aku pun ingin melepaskan diri dari jerat nostalgia yang tak henti-henti ini… Namun kuakui, aku tak cukup kuat untuk melakukannya.
Kau tahu mengapa? Kenangan itu telah begitu bersatu dengan jalan-jalan nostalgis itu sehingga walaupun aku tak mendengarkan lagu itu saat lewat di sana, ingatanku tetap melayang kepadamu…

Kimi no koe wo kikasete yo
Kimi no yume wo sodatetai
Koko de, koko de tomo ni ikitai yo

Ya, lagu itu juga… Suara sang biduan dan alunan melankolis dari instrumen sang violinis selalu mengantarkanku padamu. Mungkin kau sendiri tak pernah menyangka bahwa begitu banyak tempat yang suasananya terlampau pas dengan kondisi hatiku. Terlampau pas dengan lagu-lagu itu. Dan lagu-lagu itu terlampau menjebakku dalam nostalgi tentangmu. Semuanya begitu bersatu.
Sebisa mungkin aku melewati jalan-jalan penuh kenangan itu sesering mungkin. Saat bersepeda di hari Minggu pagi, saat berjalan-jalan santai di sore hari, aku selalu mendengarkan lagu-lagu itu, hanya untuk menerbitkan air di pelupuk mataku.

Jangan menangis.
Kumohon jangan menangis, saat ini di depanku,
Maupun di belakangku ketika kau telah pulang nanti,
Aku mohon dengan sangat… jangan menangis.

Tempat ini… adalah bagian dari kenangan tentangmu juga, sayang.
Ah, sayang… Kautahu mengapa lagu-lagu itu yang menguasai kenanganku, bahkan menguasai tempat-tempat yang aku lalui. Kau sendiri tahu. Kaulah yang menyerahkannya padaku untuk menjadi kenangan. Kau selalu tersenyum pada hatiku. Setelah kekecewaan yang kutamparkan kepadamu, kau tetap tersenyum. Senyum itu merapatkan jarak antara kenangan itu denganku. Kenangan yang ada dalam benakmu mungkin telah terhapus, namun tidak padaku.
Bolehkah aku menyenandungkan kenangan itu setiap aku teringat pada senyummu?
Bolehkah aku mengabaikan keberatanmu untuk sekadar menunjukkan senyum itu lagi?
Bolehkah aku menjadikan segalanya kenangan tentangmu, untuk menggantikanmu yang telah tiada dalam cakrawala hatiku? Baik jalan, pepohonan, dan siratan cahaya mentari yang selalu mengirimkan lembaran-lembaran bisikan tentang indahnya kenangan kita?

Setiap manusia berubah, namun kenangan tak akan pernah.
Itulah sebabnya aku selalu menggenggam kenangan itu.

Tak apa, kau tak perlu mencemaskanku. Biar lagu-lagu itu dan suasana-suasana itu saja yang menghangatkan hatiku atas selalu hadirnya kenangan tentangmu… mereka tak akan pernah mati…

Category: 0 comments

Diskusi dengan substansi tak bernyawa

Aku pikir Sang Waktu adalah substansi tak bernyawa. 
Matikah engkau, Waktu?
===========================================

“Maafkan bila aku melupakan kehadiranmu, padahal kau selalu mengalir meliputi seluruh jagad raya, meliputi setiap raga dan hembusan napas yang mungkin tak sekalipun mengacuhkanmu. Atau mungkin kami sama sekali tak mengetahui bahwa kau ada?”
Untaian kalimat itu tak berlanjut. Kata benakku, Sang Waktu tak perlu mendengarkan suara dari mulutku, dan aku cukup bersenandung dalam sanubariku untuk bisa menyampaikan apa yang belum sempat kuucapkan kepadanya.
“Apakah menjadi salahku, bila sekarang kau hanya termenung dalam keramaian dunia ini?” Sang Waktu-lah yang lebih dulu menyapaku. Wajahnya tak menunjukkan suatu emosi. “Kau tampak kesepian, padahal begitu gaduhnya suara-suara orang yang berusaha mengejarku.”
Dia tak mau berhenti barang sejenak saat mengatakan itu padaku. Dia tak ingin. Maka aku mulai berjalan bersamanya. Berjalan di dalamnya.
“Semua bilang kau yang akan menjawab segala pertanyaan,” timpalku penuh harap. “Cinta, perasaan, kesembuhan…”
Sang Waktu tertawa. Frekuensi langkahnya tetap teratur. “Aku hanya menyertai proses,” katanya dengan maksud yang masih kurang kupahami.
“Aku hanya ingin merunut apa yang menjadi sebab perenunganku ini. Aku hanya ingin terbang kembali ke ragamu yang telah lalu, melihat apa yang telah kulalui,” aku menelengkan kepalaku, “dan apakah Sang Waktu sendiri mengalami suatu waktu atas dirinya sehingga Sang Waktu mengalami masa yang telah lalu?”
“Kau ingin melakukan regresi? Padahal aku tak pernah berhenti berjalan. Kau berjalan bersamaku untuk menguraikan semua keingintahuanmu namun pikiranmu mengembara ke masa lalu,” dia kembali tertawa.
“Apakah kau menuntunku melakukan hal bodoh itu dulu?” tanyaku tanpa menggubris gelak tawanya.
“Hal bodoh yang mana?” tanya Sang Waktu tanpa emosi membayangi wajahnya.
“Jatuh cinta,” gumamku, tanpa yakin wajahku merah atau tidak, kemudian kubuang mukaku.
“Aku hanya menyertai proses itu,” ulangnya gemas, setengah jengkel, setengah geli. “Hanya nuranimulah yang beranggapan bahwa hal itu bodoh.”
“Mengapa aku mesti memulainya, kemudian mengakhirinya?” aku bertanya lebih lanjut meskipun aku tahu itu adalah pertanyaan yang retoris. “Seiring perjalananmu, mengapa perasaanku bisa terhapus?”
“Hei, manusia, jangan selalu menyalahkanku,” Sang Waktu mendengus keras. “Kau sendiri telah mengatakannya, perasaanmu berubah dalam iringku. Aku hanya mengiringi perjalanan setiap manusia. Aku tidak pernah menjangkaukan tanganku dalam urusan kalian. Perubahan perasaan itu kan kata nuranimu sendiri?”
Aku kini yang terdiam, begitupun langkahku. Sementara itu Sang Waktu terus berjalan sehingga aku harus cepat menyusulnya lagi.
“Kalau begitu, kaulah yang menyembuhkan luka atas kesedihan dan perpisahan.”
Sang Waktu tidak berpaling meskipun aku bertanya dengan terengah-engah karena berlari-lari mengejarnya. Dia tak mengeluarkan selembar suara pun. Sosoknya tak berhasil kuraih.
“Tidak, aku tidak memiliki kuasa apa pun atas segala sesuatu,” nada suaranya merendah. “Aku hanya terus mengejar sesuatu yang tak pasti. Sesuatu yang tak kuketahui. Aku hanya terus berjalan. Rasa lelah pun aku tak punya.”
“Tapi segala rasa negatif memudar bersamamu!” teriakku, tetap merasa lebih benar. “Kau memiliki daya tarik atas segala keburukan yang ada di dunia! Kau dapat membuang keburukan itu di suatu tempat yang aku tak ketahui namanya, mungkin kauberikan pada Rasa Lupa atau pada Kerelaan!”
“Ya, namun seiring aku berjalan, ada pula yang membusuk. Buah bisa menjadi ranum bersamaku, namun tak selamanya. Bila selamanya dia bersamaku, tanpa suatu reaksi dari manusia, dia akan membusuk. Mungkin seperti itulah perasaanmu, ranum bersamaku, namun membusuk karena terlalu lama kau tak menjamahnya dengan pengertian,” Sang Waktu membisu sebentar dan melanjutkan sebelum aku sempat berargumen lebih lanjut, “Semua hal berlaku padaku, dua sisi. Sisi baik dan buruk, kecuali satu hal…”
“Tunggu aku!” panggilku kelelahan.
“Kecuali satu hal itu,” Sang Waktu nampak tidak mempunyai rasa iba. “Aku terus berjalan, namun aku tidak bisa kembali.”
“Tapi kenapa? Aku ingin berbicara dengan tenang denganmu.”
“Aku tidak diciptakan untuk kembali. Bila aku kembali ke tempatku berawal, dunia akan hancur. Sejarah akan berubah. Dimensi akan terputarbalik. Dan manusia akan menjadi gila.”
“Kami telah menciptakan banyak alat untuk bisa menyelami dirimu yang telah berlalu!” teriakku dengan sedikit percikan rasa congkak. “Kami akan bisa mengejarmu ke masa yang akan datang!”
“Pernahkah sekian dari alat-alat itu berhasil menembusku?” Sang Waktu mengeluarkan suara mencemooh. “Apakah kehebatan kalian itu bukan hanya omong kosong untuk saling membodohi dan memperdaya? Dan hal itu kalian lakukan hanya untuk menggali kesia-siaan seperti perasaan yang terbuang percuma kemudian kalian sesali? Dan kalian menyalahkanku?”
Aku memilih mengunci suaraku, hanya terus mengejar langkahnya yang teratur. Aku tahu, meskipun aku benci mengakuinya, bahwa manusia tidak pernah mengalahkan sosok yang terus melangkah itu.
“Bila kau ingin merangkumku dalam kehebatanmu, Manusia, kau harus mempercayai bahwa aku tidak pernah berpaling. Aku memang kejam, aku menyaksikan berbagai peristiwa kelam terjadi, namun hanya bisa membiarkannya. Kaupikir mengapa kalian terlahir?”
Aku tidak tahu, erangku dalam hati.
“Karena hanya tangan kalianlah yang mampu mengubah semua peristiwa itu… aku hanyalah saksi bisu yang tak berdaya. Aku menyerahkan bagian-bagian diriku untuk kalian bisa bernapas. Untuk bisa lahir, melakukan sesuatu, kemudian mati. Aku melihat semuanya. Aku menemani proses berjalan bersama kalian, namun tak ada yang berbekas padaku. Tak mungkin tanganku meraih abstrak-abstrak bernama perasaan itu, bahkan aku sendiri tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Aku terus berjalan mencari sesuatu yang tak pasti. Aku bahkan tak tahu kapan aku harus berhenti.”
“Kalau kau berhenti, maka kehancuran dunialah yang kaubawa! Kau tak bisa lagi menyaksikan banyak hal. Kau tak bisa lagi mencemoohku!”
“Manusia,” Sang Waktu menghela napasnya. “Sama sepertimu, aku pun berasal dari kehendak Tuhan. Bila Dia menghendaki aku berhenti, aku akan berhenti. Tapi apakah kau tahu apa yang selalu kubawa bersamaku bagi kalian? Sesuatu yang dapat kalian andalkan bila kalian tak tahu lagi apa yang harus terjadi?”
“Apa itu?”
“KENISCAYAAN.”
Sang Waktu melanjutkan langkahnya, menyorongkan Sang Keniscayaan kepadaku yang masih terdiam, dan menyongsong Sang Keabadian yang setia menunggunya.

Kutipan dari novel Botchan - part 3

1.      Aku belum pernah bertemu orang yang berusaha keras tidak menonjolkan diri seperti Koga
2.      Kesehatan adalah segalanya bagi laki-laki, bukan?
3.      Sungguh berat rasanya tidak bisa makan dango saat kepingin, tapi kurasa lebih berat lagi bila tunanganmu meninggalkan dirimu untuk orang lain.
4.      Tidak ada yang lebih tidak bisa dipercaya daripada manusia.
5.      Tidak ada yang lebih tidak pasti daripada manusia.
6.      Bukan pembawaanku untuk mencemaskan masa depan dan aku tidak pernah membiarkan sesuatu yang sudah terjadi meresahkanku.
7.      Aku kembali melihat dunia sebagai tempat yang berbahaya.
8.      Kau tidak bisa mempercayai seseorang kecuali dia sepenuhnya jujur dan terbuka.
9.      Kalau dia bisa menjadi kepala guru di sekolah menengah, berarti aku bisa menjadi rektor universitas.
10.   Aku tidak mencemaskan gajiku, tapi tentu saja, aku lebih memilihnya dinaikkan daripada tidak.
11.   Memang ada orang-orang yang tidak bisa dipahami.
12.   Nama tempat itu saja terdengar tidak beradab, membuatmu membayangkan tempat yang ditinggali separo manusia dan separo monyet.
13.   Ketika masih muda, orang mudah marah, namun nanti ketika dia tua, dia akan mengingat masa lalu kemudian menyesal karena tidak bertindak lebih sabar.
14.   Mereka menyambar satu titik lemah kemudian terus menyerangnya, membuat kita cemas dan terganggu, sampai mereka mendapatkan yang mereka inginkan.
15.   Tidak ada yang lebih penting bagi seseorang daripada rasa percaya.
16.   Hanya karena seseorang pandai berargumen, tidak berarti orang itu orang baik.
17.   Penampilan saja, betapapun menariknya, tidak akan bisa membuatmu jatuh cinta pada karakter keseluruhan seseorang.
18.   Kalau kau bisa membeli kekaguman seseorang dengan uang, kekuasaan, atau logika, maka lintah darat, polisi, dan profesor universitas akan memiliki lebih banyak pengagum daripada siapa pun.
19.   Manusia bergerak dari perasaan suka atau tidak suka, bukan melulu logika.
20.   Hanya orang bodoh minum.
21.   Karena dia tolol, dia bersikeras Kemeja Merah tidak bisa disebut tolol juga, karena dia dan Kemeja Merah tidak terbuat dari adonan yang sama.
22.   Hotta tampak kuat, tapi sepertinya dia kurang unggul dalam hal kerja otak.
23.   Hotta berpendapat masalah terbesarnya adalah Koga terlalu baik hati untuk bisa menghadapi mereka.
24.   Aku memutuskan untuk tidak menerima tantangan itu, akan memalukan bila aku gagal.
25.   Semua orang Jepang lahir dengan mulut duluan, berapa kali diperingatkan pun anak-anak itu tetap tidak bisa menutup mulut.
26.   Membuat mereka minta maaf adalah satu hal, tapi aku tidak boleh salah paham bahwa itu bakal memberi mereka pelajaran.
27.   Sifat pengecut sudah jadi kebiasaan yang dipupuk di daerah ini sejak masa feodal, dan aku khawatir meski dengan segala integritasku, aku akan mulai meniru kebiasaan ini kalau tinggal barang setahun di sana.
28.   Aku tidak terlalu bodoh untuk membiarkan para murid berargumentasi supaya bisa keluar dari masalah, membuatku tampak tolol dan kembali disalahkan.
29.   Lebih baik aku hidup dari mengantar koran daripada harus menenggelamkan diri dalam kemerosotan.
30.   Membiarkan penipu macam Kemeja merah berkeliaran akan merugikan Jepang.
31.   Aku tidak terlalu pandai membuat rencana, tapi aku cukup berguna dalam perkelahian.
32.   Siapa pun yang gemar memandangi tanaman ataupun bambu yang sekadar dipuntir-puntir, sama saja dengan bangga memiliki kekasih berpunuk atau suami lemah.
33.   Memang tidak banyak wajah cerdas yang terlihat tapi dari kuantitas saja, kerumunan orang ini tidak bisa diremehkan.
34.   Aku bukan lelaki lemah yang akan membiarkan diriku diklahkan rasa sakit remeh.
35.   Tidak ada apa pun atau siapa pun di dunia yang bisa melebih-lebihkan, mampu menggambarkan bukit seakan gunung tertinggi, selain surat kabar.
36.   Namaku tidak lebih jelek daripada siapa pun.
37.   Wajahku memang tidak tampan, tapi penting bagiku.
38.   Aku takkan membiarkan orang bicara aku tidak berani datang ke sekolah gara-gara artikel itu.
39.   Ada yang lucu? Aku tidak berutang apapun pada kalian untuk wajahku.
40.   Apa yang bisa atau tidak bisa Anda lakukan, tidak ada hubungannya dengan saya.
41.   Saya tidak peduli pada karier saya. Keadilan lebih penting.
42.   Kekuatan kasar tidak ada gunanya tanpa siasat.
43.   Sungguh tidak adil menggunakan kekerasan pada seseorang tanpa mendengarkan pro dan kontranya terlebih dulu.
44.   Satu-satunya bahasa yang dimengerti penipu sepertimu adalah tinju.
45.   Tak peduli seberapa cerdiknya diri kalian, kalian takkan mampu menipu keadilan.
Category: 0 comments

Kutipan dari novel Botchan - part 2

1.      Kondisiku terjepit, tak bisa memikirkan jalan keluar, tapi aku tidak akan dikalahkan.
2.      Alasan kenapa aku tidak punya solusi adalah karena aku terlalu jujur.
3.      Kalau orang jujur tidak bisa menang di dunia ini, siapa lagi yang bisa?
4.      Aku bertekad kalau tidak menang malam ini, aku akan menang besok; dan kalau tidak menang besok, aku kan menang hari berikutnya; kalaupun tidak begitu, aku akan meminta makanan dikirim ke sini dan menunggu sampai akhirnya aku menang.
5.      Pergi mengadu dan menjemput Kepala Sekolah seperti lelaki tanpa harga diri hanya gara-gara masalah rendah. Karakter lemah beginilah yang mebuatnya hanya pantas jadi penjaga sekolah.
6.      Selama ada napas dalam tubuh, saya tidak akan cemas meski keributan seperti ini terjadi setiap malam.
7.      Seberapapun bengkaknya wajah saya, mulut masih bisa bicara, jadi tidak ada alasan untuk tidak mengajar.
8.      Seorang laki-laki seharusnya berbicara selayaknya laki-laki.
9.      Tak diragukan, sejenis orang yang biasa tertawa tidak tulus.
10.   Bila manusia yang sudah hidup nyaman harus membunuh makhluk hidup lain sebelum bisa tidur nyenyak, bagiku itu kelewat memanjakan diri.
11.   Aku sama sekali tidak tahu apa maksud mereka dengan “Turner”, tapi karena berpikir tanpa pengetahuan itu pun aku bisa bertahan hidup, aku tetap diam.
12.   Mengatakan hal-hal yang tidak dimengerti orang lain, terlebih lagi, menyatakan ketidakpedulian apakah orang lain dengar atau tidak karena mereka tidak mengerti,  sungguh sikap tidak tahu adat.
13.   Cara si Badut merepet membuatku semakin ingin membuatnya babak belur.
14.   Kiyo memang hanya wanita tua keriput, tapi aku tidak akan malu mengajaknya kemana-mana.
15.   Kalau ada yang ingin mereka katakan kepadaku, kenapa tidak keras-keras sekalian?
16.   Sungguh tidak dinyana dia akan menunjukkan kebaikan hati seperti itu, tapi aku lebih memilih gantung diri daripada harus berhutang budi padanya.
17.   Tapi kalau aku tidak bisa jujur, apa lagi yang bisa dilakukan?
18.   Selama saya jujur, saya tidak takut orang mengambil keuntungan dari diri saya.
19.   Selama saya tidak melakukan sesuatu yang salah, keadaan akan baik-baik saja, bukan?
20.   Aku hanya mengucapkan hal-hal yang selama ini kupegang teguh.
21.   Kalau dipikir-pikir, sebagian besar masyarakat malah mendorongmu bertindak jahat. Mereka seolah percaya tanpanya, kau tidak akan bisa sukses dalam kehidupan.
22.   Pada kesempatan-kesempatan yang langka, ketika mereka melihat seseorang yang berbicara terus terang dan jujur, mereka meremehkannya dan menyebutnya hijau, tidak lebih daripada anak-anak.
23.   Apa yang bisa kaulakukan di dunia di mana kepolosan dan kejujuran ditertawakan?
24.   Kiyo tidak akan pernah menertawakanku dalam situasi seperti ini. Dia akan mengagumiku karena telah berbicara sesuai prinsipku sendiri.
25.   Seorang lelaki seharusnya tidak berputar-putar.
26.   Orang lemah selalu baik hati, yang mungkin merupakan alasan kenapa dia bersikap selembut perempuan.
27.   Sungguh olok-olok kejam ketika orang-orang yang kaubenci adalah si baik, sedangkan teman-teman yang bergaul akrab denganmu malah ternyata si jahat.
28.   Kita bisa menyelesaikan masalah apa pun dengan mendiskusikannya terlebih dulu.
29.   Bila kau menerima sesuatu dari orang asing, itu berarti kau mengakui orang tersebut memiliki bobot dan karenanya merupakan perlambang niat baik terhadapnya.
30.   Perasaan berutang budi kepada si pemberi jauh lebih besar daripada seluruh uang yang ada di dunia.
31.   Ketika manusia bebas menutuskan untuk menghormatimu, hadiah yang kaumiliki lebih mahal nilainya daripada apa pun.
32.   Bila aku menyetujui sesuatu, aku bahkan tidak akan bermimpi bakal menjilat kembali ludahku.
33.   Jika beginilah cara para kepala sekolah bertindak, status itu tidak lebih dari sekadar cara lain memanggil seseorang yang labil.
34.   Menunjukkan kelunakan pada anak-anak yang telah bertindak sembrono, yang tanpa alasan, mempermalukan guru baru, menurut saya akan menggoyahkan otoritas sekolah dan mempengaruhi nama baiknya.
35.   Pendidikan juga berarti menanamkan semangat mulia, kejujuran, serta kebenaran, lalu menghapuskan kebiasaan licik, usil, serta tak bertanggungjawab.
36.   Hari ketika kita menunda karena mencemaskan reaksi atau takut akan terjadi keributan adalah hari ketika kita tidak mampu memperbaiki kebiasaan-kebiasaan itu.
37.   Kalau kalian yang salah, apakah kalian juga bakal bisa berdiri dan mengakuinya di depan orang banyak? Tentu saja tidak. Itulah sebabnya mengapa kalian tertawa.
38.   Bila terlanjur memanjakan diri di dalamnya, kebiasaan ini akhirnya bisa memberi pengaruh buruk pada karakter seseorang.
39.   Kenapa dunia ini penuh orang-orang tidak konsisten?
40.   Berbicara dengan wanita sepertinya hanya akan merusak harga diri orang Edo-ku.
41.   Seolah dunia hanya dipenuhi penipu, semua orang menunggu kesempatan untuk mengambil keuntungan dari yang lain.
42.   Bila tidak bisa mendapatkan makan tiga kali sehari tanpa merendahkan diri hingga setingkat kotoran yang merampas kamar milik para pencopet, aku akan benar-benar berpikir untuk bunuh diri.
43.   Meski begitu, bagiku gantung diri di saat tubuhku sehat merupakan penghinaan terhadap leluhur dan akan mencoreng nama baik.
44.   Seharusnya aku menggunakan enam ratus yen yang kudapat sebagai modal usaha dan memulai bisnis sebagai tukang susu atau sebagainya, daripada pergi ke sekolah Ilmu Alam dan mempelajari subjek tidak berguna seperti matematika.
45.   Belum pernah ada wanita baik-baik yang diberi julukan.
46.   Kita memang tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilan fisik, ya?
47.   Karena aku orang yang sederhana, aku tidak bisa menentukan akan berpihak ke mana bila tidak jelas mana yang hitam dan putih.
48.   Botchan selalu jujur dan berterus terang, tapi aku khawatir kesabaranmu yang pendek akan memberimu masalah.
49.   Kau harus berhenti memberi julukan kepada orang-orang di sekitar, nanti mereka akan membencimu karenanya.
50.   Semua orang merasa superior dengan caranya masing-masing.
Category: 0 comments

Reasons Why Shikamaru and Temari are Destined to be Together

I watched a video made by Baka Ranger at youtube about Shikamaru and Temari. The video is so simple (and without any backsound).  You can watch the video but if u don't want to, i had written what Baka Ranger said in it. 
Note : Baka Ranger is so impulsive, so i simplify it into an ordinary writing. I delete every harsh words he/she wrote. (i'm pretty sure Baka Ranger is a guy -_-)

Reason #1
Why would Kishimoto make Temari fight Shikamaru in the Chunin exams?



The answer to that question is easy. He did it to show a moment between the two and what their relationship was at the time. Also, it shows how they differ and how they complete each other…
ya know, Temari is pushy, loud, and enthusiastic and Shikamaru is shiftless, quiet, and pretty much useless… If they got together, they would complete each other! Like Yin and Yang! Temari could show Shikamaru how to actually be productive, and Shikamaru could show her how to relax a little.

Reason #2
Why would he (Kishimoto) take time to have Shikamaru ask his dad about why he married his mom?



He did it so that we could see the fact that Shikamaru’s dad married a rough gal.
OMG, WAIT!! TEMARI’S A ROUGH GAL TOO!!! Maybe this means something…
It DOES mean something. It shows us that Nara’s have a tendency to marry tough girls…and since Temari is the girl that we’ve seen Shikamaru with the most, and she is tough… there is obviously something ahead for the two of them!! YAY!!

Reason #3
Why would he (Kishimoto) make Temari save Shikamaru, and not Gaara or Kankurou or anyone else?



Well, you see, he wanted to show yet ANOTHER moment between the two. Also, he wanted to show their relationship as allies. If you notice, Temari is being very slightly flirtatious with him. C’mon, admit it… Ya know, she’s teasing him and being kinda flirty!  She’s trying to make conversation with him, and they play their little bantering game with each other. She’s still being rough though… Also, what’s up with that flirty smile she gives him?
HELLO? DOESN’T “FLIRTY” GIVE IT AWAY? She’s asking for his thoughts on her performance! She wants his recognition. The Shikamaru compares her with his mother. BIG GIVEAWAY. Go back to Reason #2 and PUT THE PIECES TOGETHER!!!!

Reason #4
What’s up with the waiting in the hospital? With all that tension?



ERGG. It annoys me how much you DON’T UNDERSTAND. It shows Shikamaru at a vulnerable point, a perfect opportunity for Temari to BAG on him… yet she doesn’t. She is awkwardly tense, yet showing a bit of a soft side. Then when Shikamaru’s dad is yelling the freak outta him, she shows a look of concern…

CONCERN? Yes, concern. I mean, look at this face that should be playing by now. Then Shikamaru cries, howing MAJOR vulnerability (if ya ask me), and she doesn’t do anything that would hurt him…



Do I smell a LOVING CARING RELATIONSHIP?! Well no, not YET, but in the future…

Reason #5
Why in the world would their first appearance in Naruto II be together?! Side by side?!



Well, it goes to show that the two have a new level of relationship… It looks like they’re hanging out and they are TOGETHER in the pic…



Also, the fact that they mention a date makes you start to think… “Ya know, I bet they were on a date,” or “They would be really cute together.”

REVIEW TIME!

Reason #1: They fought EACH OTHER in the Chuunin Exams and the fact that Shikamaru gave up even though he was close to winning, is a nice reason for any girl to fall head over heels for a guy, BUT… because Temari is, well, Temari, she won’t let it be obvious.

Reason #2: Shikamaru’s dad married a troublesome woman and Shikamaru keeps having moments with a troublesome woman (Temari)… NARA’S HAVE A THANG FOR TROUBLESOME WOMEN.

Reason #3: Temari saved Shikamaru. Maybe Temari wanted to prove to him that she wasn’t weak, since he basically beat hir in the Chuunin Exams. SHE WANTED HIS RECOGNITION… There were reasons that each Sand Shinobi saved their respective Konoha counterparts. THEIRS WAS BECAUSE THEY SORTA HAD A RELATIONSHIP.

Reason #4: Temaru stayed with him at the hospital. SHE DIDN’T HAVE TO. SHE COULD’VE LEFT. Shikamaru only had minor injuries and he was waiting for Chouji… Temari had no other reason to be there except to ACCOMPANY SHIKAMARU.

Reason #5: Their first appearance in Naruto II was them WALKING TOGETHER… KINDA EXPLAINS ITSELF DOESN’T IT?! So to sum everything up, Shikamaru and Temari are DEFINITELY going to hook up, and THAT’S THAT!!

you can watch it here  or Download Reasons Why Shikamaru and Temari are DESTINED to be Together on Savevid.com 
Category: 1 comments