Sajadah, untuk berbagi atau egoisme?

Bulan ramadan sudah berjalan 14 hari.  Mendadak masjid-masjid penuh orang beribadah. Alhamdulillah. Sholat subuh, magrib, isya,  dan tarawih berjamaah. Bersamaan dengan itu, mayoritas perempuan di dusun tempatku tinggal membawa Sajadah untuk sholat. Satu-satunya fungsi yang aku tahu dari Sajadah adalah sebagai penanda teritorial seseorang beribadah agar tempat sujudnya tidak sembarangan dilewati (ingat larangan agar tidak berjalan di depan orang sholat! Dan anak-anak kecil yang berlarian di masjid tentunya). Oh iya,  juga untuk mencegah kita sholat di tempat yang kotor. Tapi fenomena yang aku lihat sejak ramadan tahun lalu berkaitan dengan sajadah ini agak mengganggu. Kenapa?  Karena para jamaah (terutama perempuan) ini malah menjadi 'individualis'.
Loh,  kok bisa?  Jangan sembarangan ngomong!
Coba kita lihat yang terjadi di musholla tempatku beribadah. Jamaah laki-laki di sini hampir tidak menggunakan sajadah. Selain karena karpetnya sudah seperti sajadah, sajadah hanya digelar di shaf belakang imam. Shaf pun rapat dan tertib. Nah sedangkan itu, jamaah perempuan rajin sekali membawa sajadah. Hampir setiap orang membawa sajadah,  bahkan anak kecil pun memakai sajadah sendiri. Yang salah di sini adalah pemakaian sajadah tersebut.  Kita ingat dong bahwa saat sholat berjamaah shaf harus dirapatkan? Di shaf jamaah perempuan hal itu sepertinya tidak berlaku. Karena sajadah yang dipakai individu ukurannya besar-besar, otomatis ada jarak antara satu jamaah dengan jamaah lain.  Shaf menjadi tidak rapat. Yang aku herankan, apa mereka tidak memikirkan hal itu?  Bukankah dalam Islam disebutkan bahwa shaf yang tidak rapat akan diisi oleh setan?

Aku sendiri menggunakan sajadah lebih karena barang itu ada banyak sekali di rumah dan sayang bila tidak dipakai. Aku tidak masalah bila tidak membawa sajadah,  aku bahkan lebih suka bila ada yang mau berbagi sajadah denganku karena kami bisa sholat berdampingan dengan rapat. Aku bukan mau sok suci tapi fenomena sajadah yang merenggangkan shaf itu harusnya diakhiri. Baguslah kalau sajadah yang besar-besar itu bisa dipakai untuk beberapa orang. Ah, malah jadi ngrasani orang di bulan puasa...  Habis gemas sekali sih melihat salah kaprah ini!

maaf fotonya kurang jelas. tapi inilah.

Category: 0 comments

Sahabat Pena

Menurutku, teknologi membuat kita menjadi orang yang individualis.
Aku teringat ketika SD dulu aku pernah mempunyai sahabat pena. Ada yang ingat dengan istilah tersebut? :D Sahabat pena adalah teman-teman yang kita hubungi melalui surat-menyurat, atau bahasa gaulnya pen-pals. Aku kangen dengan sahabat-sahabat penaku. Ketika itu, ketika handphone dan social media belum aku kenal, berkirim surat rasanya asyik sekali. Beberapa bulan yang lalu aku iseng-iseng mencari sahabat penaku di facebook, kemudian aku add dengan message bahwa aku adalah sahabat penanya dulu, namun dia belum menerima permintaanku menjadi teman. Mungkin karena aku menggunakan nama samaran atau memang dia orangnya selektif dalam menerima permintaan menjadi teman, seperti aku. :p
Kegiatan surat-menyurat itu dimulai ketika suatu hari ada surat yang datang ke rumahku. Saat itu aku masih duduk di bangku SD, tapi jujur saja aku lupa kelas berapa saat itu (dari cap perangko yang aku lihat di surat-surat tadi sepertinya surat pertama datang tahun 2003, berarti sekitar aku kelas 3-4). Mereka bilang mereka mendapatkan alamatku dari majalah Bobo. Ingat dong surat-surat pembaca yang dimuat di Bobo, yang antara lain mengkritisi isi Bobo? Nah, aku adalah salah satu kritikus melalui surat. :P Aku tidak bisa membiarkan plagiatisme merajalela di majalah anak-anak terbaik di Indonesia ini, makanya aku mengirim surat yang memberitahu redaksi Bobo bahwa ada puisi yang dimuat di Bobo hasil plagiat dari buku paket kelas 1 SD. Aku ingat sekali nama orang yang memplagiatnya. Aku juga ingat sekali suratku saat itu kutulis di atas kertas kecil dengan tinta biru. Nekat saja, kukirim surat itu ke Jalan Palmerah Selatan no.22 Jakarta 10270.







Waktu SD, setiap minggu aku rajin membeli majalah Bobo. Hanya kadang-kadang saja terlewat satu edisi. Mungkin di salah satu edisi yang aku lewatkan itulah suratku dimuat. Aku sendiri tidak pernah membaca surat kritikanku di majalah Bobo. Aku pernah mencarinya di Bobo milik tetanggaku yang berlangganan majalah tersebut tapi nggak ketemu juga. Ya sudahlah, itu tidak masalah, yang penting bisa menambah banyak teman. Aku juga mengirim surat kepada pembaca tabloid Fantasi yang bernama Anggra untuk bertukar poster map atau pin up, namun sayangnya dia tidak membalas suratku lagi.
Sahabat penaku yang terasa paling akrab dan suratnya lumayan banyak adalah Dian Ayu Hapsari, Hemashita Nugraheni, dan Nicole Melisa Natasha Mumek. Yang terakhir ini sebenarnya sahabat pena temanku, Rini Anitasari (yang ketularan mencari sahabat pena gara-gara aku). Dari biodata yang dikirim ke Rini aku lihat Melisa ini jepang-jepangan banget. Aku jadi heboh dan ikutan mengirim surat kepada Melisa. Dia orangnya talkative dan dengan bebas cerita-cerita soal cowok pada umur kami yang saat itu mungkin baru 12 tahun. Hahaha… Tulisan Melisa bagus banget, dia juga sering menggambar karakter manga di suratnya. Kertas suratnya saja gambar anime. Ah, pokoknya dia benar-benar otaku. Dialah yang berhasil aku temukan FBnya namun tidak pernah menerimaku menjadi teman.


Aku kangen Melisa. Aku kangen berkirim surat dengan orang-orang yang ingin menjadi temanku. Aku kangen menunggu surat balasan datang.
Category: 5 comments

Sendang-sendang di Kecamatan Minggir

Kelas menulis kreatif sudah selesai. Tugas terakhir kami yang harus dipost di blog adalah tugas ujian akhir kami, yaitu tentang sejarah atau mitos di sekitar tempat tinggal kami. Inilah mitos di tempat tinggalku, sendang-sendang di kecamatan Minggir.

Saya tinggal di dusun Sidorejo, desa Sendangrejo, kecamatan Minggir, kabupaten Sleman. Sebenarnya tidak ada mitos tertentu seperti Nyi Roro Kidul di dusun tempat tinggal saya, namun ada sebuah mitos yang dipercaya oleh kebanyakan warga kecamatan Minggir, yaitu adanya sendang di seluruh Minggir. Kecamatan Minggir terdiri atas 5 desa bernama Sendangrejo, Sendangsari, Sendangmulyo, Sendangarum, dan Sendangagung. Nama itu tentunya diberikan karena sebuah alasan yaitu adanya sendang di desa-desa tersebut. Sendang adalah sebutan untuk mata air tempat warga di sekitarnya melakukan kegiatan mandi, mencuci, dan mengambil air untuk minum dan memasak. Sendang sudah ada sejak lama, mungkin sejak zaman kolonial ketika warga sekitar belum mempunyai sumber air sendiri.
Di dusun Jamur, dusun di sebelah Sidorejo, terdapat sebuah bekas restoran gubuk bernama Sendang K-pitoe (sendang ketujuh). Bekas restoran itu diberi nama demikian karena desa Sendangrejo terkenal akan ketujuh sendangnya yaitu Sendang Penjalin, Sendang Siandong Ngaran, Sendang Jamur, Sendang Tarungan, Sendang Jarakan, Sendang Dilahan Gunung So, dan Sendang Butuhan. Bekas restoran Sendang K-pitoe berada di sebelah Sendang Jamur. Sendang itu menurut saya tidak terlalu menyenangkan untuk dikunjungi karena gelap dan berada di bawah sebatang pohon beringin. Warga dusun Jamur dikenal masih mempercayai mitos tentang pohon beringin yang dianggap keramat. Sendang di bawah pohon beringin itu diberi atap sehingga bagian dalamnya tidak bisa dijangkau sinar matahari. Ditambah pohon beringin di sebelahnya, jadilah sendang itu terkesan semakin seram. Mungkin masih ada yang mandi dan mencuci di sana, tapi lebih mungkin lagi ada yang melakukan pesugihan di sendang itu. Desas desus tentang adanya penunggu di sendang itu sudah menjadi rahasia umum. Pernah juga diadakan jathilan di sendang itu bertahun-tahun yang lalu. Saya bukan orang yang suka melihat jathilan jadi saya tidak menonton waktu itu.
Dekat dari Sendang Jamur, ada Sendang Tarungan. Sendang itu masih dipakai warga sekitar dan pernah saya kunjungi. Letaknya berada di dekat pemukiman warga dan padhang dalam artian tidak angker seperti Sendang Jamur. Sebenarnya memang karena sendang itu hanya berbentuk bilik yang bagian atasnya terbuka, tidak diberi atap sehingga cahaya matahari bisa menerangi orang yang sedang mandi dan mencuci di sana. Ya, saya tidak akan mengunjungi sendang yang kesannya angker, tentu saja. Saya kan orang yang penakut.
Sendang yang paling terkenal, paling terawat, dan dianggap paling mistis adalah Sendang Penjalin. Sendang itu merupakan pusat dari ketujuh sendang yang ada di desa kami. Di dekat Sendang itu ada Gunung Tugel yang menurut legenda adalah bukit yang ujungnya patah karena saat Sunan Kalijaga melompati bukit tersebut, puncaknya tersangkut ujung jubah sang Sunan sehingga patah. Gunung Tugel memang berarti Gunung Patah dalam bahasa Jawa. Sendang selain Sendang Penjalin, Sendang Jamur, dan Sendang Tarungan sudah tidak terawat. Ini yang saya dengar dari cerita bapak saya, karena saya hanya pernah melihat Sendang Jamur dan Sendang Tarungan. Keempat sendang yang kini tidak terawat itu airnya sudah banyak berkurang, padahal pada umumnya air sendang tidak pernah habis.
Hal yang menarik bagi saya adalah bahwa konon ketujuh sendang di Sendangrejo saling terhubung melalui saluran air di bawah tanah yang tercipta secara alami. Seorang paranormal pernah mencoba membuktikan adanya saluran air bawah tanah itu dengan menceburkan seekor bebek dari Sendang Penjalin. Masih katanya lagi, bebek itu lalu muncul di Sendang Jarakan, lalu diceburkan lagi dan muncul di sendang lain lagi. Anehnya bebek itu tetap hidup setelah melalui perjalanan panjang di bawah tanah, di dalam air pula. Saya kasihan kepada bebek malang itu. Ah, lagi-lagi ini hanya cerita dari bapak saya.
Kepercayaan tentang sendang-sendang ini lalu melahirkan sebuah tradisi. Awalnya warga yang berkunjung ke sendang percaya bahwa air sendang tersebut membawa keselamatan bagi orang yang bersuci di sana. Kepercayaan tersebut lalu dilaksanakan oleh banyak orang dan terus dilanjutkan sehingga ditentukan waktu tertentu untuk melakukannya. Sekarang pada pertengahan bulan puasa warga, laki-laki dan perempuan datang ke Sendang Penjalin dengan pakaian adat Jawa (surjan untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan) membawa kain jarik. Kain tersebut digunakan untuk mandi basahan dengan air sendang dan setelah selesai air basahan tersebut dibawa pulang. Tidak hanya air basahan, orang yang paling dituakan di antara warga itu juga mengambil air sendang dengan kendi. Air dalam kendi itu lalu bersama-sama dibawa ke dusun Kliran, desa Sendangagung.
Rupanya tidak hanya warga di sekitar Sendang Penjalin saja yang datang ke Kliran. Warga dari semua desa yang namanya diawali Sendang- juga berkumpul di desa Sendangagung untuk bersama-sama menuju dusun Kliran. Para warga itu berpakaian adat Jawa dan membawa hasil bumi berupa tumpeng serta sesajen. Sebenarnya ada apa di dusun Kliran itu sehingga menjadi tujuan arak-arakan warga? Ya, di sana ada pesanggrahan Kyai Tunggul Wulung. Pesanggrahan tersebut sering digunakan warga untuk tirakatan, memohon wahyu dan juga keselamatan. Tombak Kyai Tunggul Wulung sendiri dibuatkan agenda untuk diarak setiap tahun. Acara penghormatan untuk Kyai Tunggul Wulung ini sekarang dilestarikan sebagai kebudayaan khas Kecamatan Minggir dan setiap pelaksanaannya selalu ada pertunjukan wayang. Entahlah apakah acara itu masih dipercayai untuk membawa keselamatan atau hanya sekadar untuk melestarikan tradisi.

Di Balik Dinding Kells: Review Film Animasi The Secret of Kells

Kuliah menulis kreatif Kamis yang lalu kembali hanya mbak Abmi yang mengajar. Menurut mbak Abmi, ternyata mbak Astrid akan pindah ke Bali dan baru kembali ke Jogja ketika kuliah kami sudah selesai. Yaaah :(
Oke, kembali ke kuliah, kami menonton film lagi. Kartun lagi. The Secret of Kells, animasi yang mengingatkan saya pada Fairly Odd Parents. Hihihi.
Hihihi mukanya unyu-unyu :3
Film dibuka dengan monolog suara berbisik Aisling, pemilik wajah unyu di gambar itu. :3 Memang, saya kurang mengerti awal ceritanya dan mulai menguap ketika mencapai pertengahan film. Dari yang saya mengerti, cerita berkisar di sebuah tempat bernama Kells yang dipimpin oleh Abbot Cellach, seorang yang sangat kaku. Dia menggalakkan pembangunan dinding tinggi di sekitar Kells untuk berlindung dari serangan Northmen (Viking). Keponakannya yang selalu ingin tahu, Brendan, mendengar cerita tentang The Book of Iona yang sedang ditulis Aidan. Disebutkan bahwa Book of Iona adalah buku yang dibuat oleh malaikat, dan orang berdosa akan terbakar saat membukanya. Aidan yang berhasil melarikan diri dari penjajahan Northmen di Iona kemudian datang ke Kells. Keingintahuan Brendan tentang buku itu menjadikannya dekat dengan Aidan.

Aidan kemudian menyuruh Brendan mencarikan biji untuk membuat tinta di hutan. Brendan yang awalnya takut melanggar perintah Cellach agar tidak keluar dari dinding Kells nekat menyelinap ke hutan karena keingintahuannya tentang Book of Iona. Di hutan Brendan bertemu dengan Aisling, peri hutan yang lincah dan ceria.


Setelah mendapatkan bahan pembuat tinta, Brendan tidak sengaja menemukan tempat keramat bernama Crom Cruach, dan sekuat tenaga Aisling berusaha mencegah Brendan masuk ke sana.
Kembali ke biara, Aidan mengajari Brendan melanjutkan Book of Iona. Ternyata dibutuhkan sebuah (per)mata sebagai lensa khusus untuk menulis buku itu. Permata Aidan telah hancur ketika terjadi kerusuhan di Iona dan tersisa permata lain di Crom Cruach. Kebersamaan Brendan dan Aidan  tidak disukai Cellach yang tidak percaya akan adanya buku tersebut.

Cellach menangkap basah Brendan hendak menyelinap ke hutan pada suatu malam. Brendan kemudian dikurung di kamarnya dan Aidan diharuskan meninggalkan biara saat musim semi tiba. Pangur Ban, kucing Aidan, pergi ke hutan untuk memanggil Aisling. Aisling dan Pangur Ban kemudian mengeluarkan Brendan dari kamarnya. Setelah mengetahui niat Brendan untuk mengambil permata di Crom Cruach, Aisling setuju untuk menolong. Dalam proses pengambilan itu, Aisling terhisap dalam kegelapan Crom Cruach sehingga Brendan harus berjuang sendiri.

Brendan terus membantu Aidan melanjutkan buku itu hingga suatu hari Northmen menyerang Kells. Dinding yang belum selesai dibangun itu ditembus dengan mudah. Kells pun menjadi lautan api. Cellach sekuat tenaga melindungi rakyat Kells. Brendan dan Aidan yang lari ke hutan membawa buku yang belum selesai dihadang oleh Northmen. Aisling bersama serigala-serigalanya menolong kedua orang itu dari Northmen, berikut buku yang hendak direbut bangsa penjajah itu. Brendan dan Aidan kemudian pergi dari sana, melanjutkan buku itu hingga Brendan beranjak dewasa. Brendan kembali ke Kells dan menemukan paman Cellach-nya yang mendekati ajal. Cellach menyadari bahwa Book of Iona itu nyata dan bahwa Brendan tidak mati dalam kerusuhan. Buku itu bukan lagi Book of Iona, namun Book of Kells.

Oke, dari artikel yang saya baca di internet, Book of Kells adalah national treasure Irlandia. Seperti terlihat dalam filmnya, buku itu adalah illuminated manuscript Injil Kristen Awal (abad ke-8). Saat itu sejarah dituliskan dalam bentuk gambar-gambar yang indah. Pesan yang bisa diambil dari film ini adalah (seperti kata mbak Abmi) pentingnya kita menulis sejarah.

Oh iya, saya suka tokoh Aisling yang lincah dan ceria, juga Pangur Ban yang sempat menunjukkan ekspresi bete persis seperti kucing di dalam foto saya. So here are some bonuses:




Tatapan kedua kucing itu seolah-olah mengatakan "Let me go, human." -_-

Bunga Akhir Abad - (half of scene 2 and full scene 3)

Sesuai yang sudah saya janjikan di post sebelumnya, saya cantumkan bagian skrip drama yang saya buat. :D

-------------------------------------------

Paruh akhir adegan 2

Tiba-tiba Suurhof menarik Minke agak menjauh dari Annelies.
Suurhof : “Sahabatku, maaf aku telah berlaku tidak adil dan tidak jujur padamu.”
Minke    : “Ya, Rob, aku tahu itu.”
Suurhof : “Aku melakukannya bukan atas kejahatan, namun karena rasa sukaku pada Annelies. Ya, Minke, aku menyukai Annelies.”
Minke    : “Apa, Rob? Tidak salah yang kudengar itu? Kau menawariku untuk mendekatinya…”
Suurhof : “Aku hanya sempat melihatnya namun tidak bisa berkenalan. Aku sakit hati ketika kau bisa dengan mudah mendekatinya.”
Minke    : “Jadi kau hanya ingin memamerkan bahwa kau bisa bersama Annelies sedangkan aku tidak…”
Suurhof : “Aku masih berharap, masih mengirimkan surat kepada Annelies namun tak ada jawaban. Hingga akhirnya sekarang kalian menikah. Aku harus meninggalkan Hindia untuk melupakannya. Namun jangan sampai persahabatan kita rusak karena kesalahanku dulu, Minke. Aku akan meneruskan studiku ke Eropa.”
Minke    : “Ya, selamat jalan, Rob, semoga berhasil.”
(Suurhof pergi bersama undangan lainnya. Minke kembali ke samping Annelies)
Annelies: “Mas, copotlah cincin ini.”
Minke    : “Kau tak suka menerimanya?”
Annelies: “Aku tak pernah membalas surat Suurhof. Kembalikan saja cincin ini padanya, Mas.”
Minke    : “Ya, akan kukembalikan padanya.”
====================================
Adegan 3

Minke    : (menulis di meja, narasi dibacakan dari backstage) Setelah 6 bulan pernikahanku dengan Annelies sesuatu yang kami takutkan terjadi. Annelies dan mama dipanggil menghadap Pengadilan Putih. Mama kemudian menceritakan asal mula peristiwa panjang yang bermula bertahun-tahun yang tahun lalu ini. Maurits Mellema, anak sah dari Herman Mellema yang selama ini tinggal di Belanda tiba-tiba datang ke Boerderij Buitenzorg.
Maurits  : (masuk ke panggung dengan angkuh, Nyai sedang duduk menulis di meja kerja) “Mana Tuan Herman Mellema.”
Nyai       : “Tuan siapa? (tersinggung karena Maurits tidak sopan) Apa urusan Tuan datang kemari?”
Maurits  : “Hanya Tuan Mellema yang kuperlukan.” (lebih kasar)
Herman  : “Ada apa berteriak-teriak?” (datang karena mendengar suara kasar Maurits, kaget melihat Maurits) “Maurits! Kau sudah segagah ini!”
Maurits  : “Insinyur Maurits Mellema, Tuan Mellema!”
Herman  : “Duduklah, Maurits!” (gugup)
Maurits  : “Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini! Tuan telah menuduh istri sahmu yaitu ibuku, berbuat serong tanpa memberinya kesempatan untuk membela diri. Aku merasa terhina! Ibuku tak punya dana untuk menyewa pengacara, namun sekarang aku datang sendiri untuk membereskan perkara ini.”
Nyai       : “Apa yang Tuan inginkan dari Tuan Mellema?!”
Maurits  : (tidak menggubris nyai) “Lihat, Tuan menuduh ibuku serong namun Tuan sendiri mengambil wanita pribumi ini sebagai teman tidur selama belasan tahun tanpa perkawinan sah! Tuan telah menyebabkan lahirnya dua orang anak haram!”
Nyai       : “Sungguh tak tahu aturan!” (marah namun tetap tak digubris)
Herman  : “Kita bisa menyelesaikan….” (lemas)
Maurits  : “Aku tidak ada urusan dengan pribumi sepertimu!” (menuding nyai)
Nyai       : “Kau tak ada hak untuk mencampuri urusan keluargaku!”
Maurits  : “Aku tak ada urusan dengan kowe, nyai!” (sangat kasar dan kaku)
Nyai       : “Ini rumahku! Jangan berbicara seperti itu di sini! Pergi kau! Membuat kacau rumah tangga orang! Pergi saja kau dari sini!”
Maurits  : “Tuan tahu sekarang siapa Tuan dan betapa busuknya diri Tuan, lebih busuk daripada tuduhan Tuan kepada ibuku!” (pergi dari panggung)
===========
Minke    : (narasi masih dibacakan, Minke di panggung duduk dengan gelisah bersama nyai) Siapa yang takkan terkejut ketika ternyata masalah itu berlanjut ketika aku telah menjalani kebahagiaan ini. Mama sering mendapat panggilan dari pengadilan, sekarang Annelies pun mendapatkan panggilan utama dari pengadilan.
Nyai       : “Nak, Nyo, kurang apa penderitaanku ini? Satu persatu hilang dari kehidupanku. Kini Maurits pun ingin mengambil Annelies, anakku satu-satunya. Tidak cukup itu saja, dia pun ingin mengambil perusahaan yang aku bangun dengan susah payah ini.”
Minke    : “Apa yang terjadi, Ma? Mana bisa mereka mengambil Annelies, dia istriku, Ma!”
Nyai       : “Orang itu, Maurits, hendak mengambil hak perwalian atas Annelies sebagai adik tirinya. Punya hak apa dia? Akulah yang telah membesarkan Annelies, dan sekarang orang yang tak kukenal itu ingin mengambilnya begitu saja. Dia juga menginginkan perusahaan ini sebagai tuntutan atas warisan baginya dan ibunya sepeninggal Tuan Mellema. Padahal perusahaan ini aku yang bangun, bukan Tuan Mellema!”
Minke    : “Apa? Lalu bagaimana nasib Annelies?”
Nyai       : “Mereka akan membawanya ke Nederland, Nak, Nyo.”
Minke    : (terkejut) “Tapi Ma, Annelies kan istriku!”
Nyai       : “Nak, Nyo, sekarang sudah saatnya kita sendiri yang melawan mereka. Meskipun kita tidak akan menang, kita harus melawan sampai tidak bisa melawan lagi. Lawanlah dengan cara terhormat, Nyo. Kau bisa menulis sebagai senjatamu.”
Minke    : “Aku akan menulis tentang kita, Ma, tentang ketidakadilan yang dilakukan pengadilan terhadap kita.”
Namun seberapa besarnya kami berusaha, akhir tetaplah akhir. Kemenangan tidak bisa kami rebut. Annelies dan Boerderij Buitenzorg jatuh ke tangan Maurits Mellema. Tinggal menunggu waktu hingga dia mengambilnya. Annelies sakit karena keputusan pengadilan, terus sakit hingga tiba saatnya dia harus pergi. Kemudian suatu hari datang seorang wanita Eropa berpakaian putih dan langsung menuju pada Annelies yang terbaring lemah.
Nyonya  : “Sudah waktunya kita berangkat, Juffrouw. Kita akan naik kapal besar, mengarungi berbagai lautan, Selat Gibraltar, serta mendarat di Nederland yang indah. Juffrouw akan diasuh oleh abang Maurits yang seorang insinyur kenamaan…”
Annelies: “Ma, aku lebih suka pada ombak dan laut daripada kapal dan Nederland.”
Nyai       : “Tentu, Ann, semua yang kausukai ada di sini.”
Nyonya  : “Di Nederland ada segalanya, Juffrouw, apapun yang kauinginkan ada di sana.”
Annelies: “Mas, aku kan tidak kekurangan apa-apa di sini?”
Minke    : “Tidak Ann, kau berbahagia di sini. Semua yang kauperlukan ada di sini.”
Nyonya  : “Sudah hampir waktunya, Juffrouw.”
Annelies: “Ma, aku takkan kembali lagi ke rumah ini. Beri aku adik yang manis, yang tidak menyusahkan sepertiku.”
Nyai       : “Ann, kami telah berusaha sekuat tenaga kami, Ann… Semua sudah kami lakukan.”
Annelies: “Mas Minke, kita kan pernah berbahagia bersama? Kenanglah kebahagiaan itu, Mas.”
Nyonya  : “Kita sudah terlambat dua menit.”
Annelies: (segera pergi meninggalkan Mama dan Minke, digandeng oleh Nyonya Eropa)
---------------------------------------