Bunga Akhir Abad - (half of scene 2 and full scene 3)

Sesuai yang sudah saya janjikan di post sebelumnya, saya cantumkan bagian skrip drama yang saya buat. :D

-------------------------------------------

Paruh akhir adegan 2

Tiba-tiba Suurhof menarik Minke agak menjauh dari Annelies.
Suurhof : “Sahabatku, maaf aku telah berlaku tidak adil dan tidak jujur padamu.”
Minke    : “Ya, Rob, aku tahu itu.”
Suurhof : “Aku melakukannya bukan atas kejahatan, namun karena rasa sukaku pada Annelies. Ya, Minke, aku menyukai Annelies.”
Minke    : “Apa, Rob? Tidak salah yang kudengar itu? Kau menawariku untuk mendekatinya…”
Suurhof : “Aku hanya sempat melihatnya namun tidak bisa berkenalan. Aku sakit hati ketika kau bisa dengan mudah mendekatinya.”
Minke    : “Jadi kau hanya ingin memamerkan bahwa kau bisa bersama Annelies sedangkan aku tidak…”
Suurhof : “Aku masih berharap, masih mengirimkan surat kepada Annelies namun tak ada jawaban. Hingga akhirnya sekarang kalian menikah. Aku harus meninggalkan Hindia untuk melupakannya. Namun jangan sampai persahabatan kita rusak karena kesalahanku dulu, Minke. Aku akan meneruskan studiku ke Eropa.”
Minke    : “Ya, selamat jalan, Rob, semoga berhasil.”
(Suurhof pergi bersama undangan lainnya. Minke kembali ke samping Annelies)
Annelies: “Mas, copotlah cincin ini.”
Minke    : “Kau tak suka menerimanya?”
Annelies: “Aku tak pernah membalas surat Suurhof. Kembalikan saja cincin ini padanya, Mas.”
Minke    : “Ya, akan kukembalikan padanya.”
====================================
Adegan 3

Minke    : (menulis di meja, narasi dibacakan dari backstage) Setelah 6 bulan pernikahanku dengan Annelies sesuatu yang kami takutkan terjadi. Annelies dan mama dipanggil menghadap Pengadilan Putih. Mama kemudian menceritakan asal mula peristiwa panjang yang bermula bertahun-tahun yang tahun lalu ini. Maurits Mellema, anak sah dari Herman Mellema yang selama ini tinggal di Belanda tiba-tiba datang ke Boerderij Buitenzorg.
Maurits  : (masuk ke panggung dengan angkuh, Nyai sedang duduk menulis di meja kerja) “Mana Tuan Herman Mellema.”
Nyai       : “Tuan siapa? (tersinggung karena Maurits tidak sopan) Apa urusan Tuan datang kemari?”
Maurits  : “Hanya Tuan Mellema yang kuperlukan.” (lebih kasar)
Herman  : “Ada apa berteriak-teriak?” (datang karena mendengar suara kasar Maurits, kaget melihat Maurits) “Maurits! Kau sudah segagah ini!”
Maurits  : “Insinyur Maurits Mellema, Tuan Mellema!”
Herman  : “Duduklah, Maurits!” (gugup)
Maurits  : “Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini! Tuan telah menuduh istri sahmu yaitu ibuku, berbuat serong tanpa memberinya kesempatan untuk membela diri. Aku merasa terhina! Ibuku tak punya dana untuk menyewa pengacara, namun sekarang aku datang sendiri untuk membereskan perkara ini.”
Nyai       : “Apa yang Tuan inginkan dari Tuan Mellema?!”
Maurits  : (tidak menggubris nyai) “Lihat, Tuan menuduh ibuku serong namun Tuan sendiri mengambil wanita pribumi ini sebagai teman tidur selama belasan tahun tanpa perkawinan sah! Tuan telah menyebabkan lahirnya dua orang anak haram!”
Nyai       : “Sungguh tak tahu aturan!” (marah namun tetap tak digubris)
Herman  : “Kita bisa menyelesaikan….” (lemas)
Maurits  : “Aku tidak ada urusan dengan pribumi sepertimu!” (menuding nyai)
Nyai       : “Kau tak ada hak untuk mencampuri urusan keluargaku!”
Maurits  : “Aku tak ada urusan dengan kowe, nyai!” (sangat kasar dan kaku)
Nyai       : “Ini rumahku! Jangan berbicara seperti itu di sini! Pergi kau! Membuat kacau rumah tangga orang! Pergi saja kau dari sini!”
Maurits  : “Tuan tahu sekarang siapa Tuan dan betapa busuknya diri Tuan, lebih busuk daripada tuduhan Tuan kepada ibuku!” (pergi dari panggung)
===========
Minke    : (narasi masih dibacakan, Minke di panggung duduk dengan gelisah bersama nyai) Siapa yang takkan terkejut ketika ternyata masalah itu berlanjut ketika aku telah menjalani kebahagiaan ini. Mama sering mendapat panggilan dari pengadilan, sekarang Annelies pun mendapatkan panggilan utama dari pengadilan.
Nyai       : “Nak, Nyo, kurang apa penderitaanku ini? Satu persatu hilang dari kehidupanku. Kini Maurits pun ingin mengambil Annelies, anakku satu-satunya. Tidak cukup itu saja, dia pun ingin mengambil perusahaan yang aku bangun dengan susah payah ini.”
Minke    : “Apa yang terjadi, Ma? Mana bisa mereka mengambil Annelies, dia istriku, Ma!”
Nyai       : “Orang itu, Maurits, hendak mengambil hak perwalian atas Annelies sebagai adik tirinya. Punya hak apa dia? Akulah yang telah membesarkan Annelies, dan sekarang orang yang tak kukenal itu ingin mengambilnya begitu saja. Dia juga menginginkan perusahaan ini sebagai tuntutan atas warisan baginya dan ibunya sepeninggal Tuan Mellema. Padahal perusahaan ini aku yang bangun, bukan Tuan Mellema!”
Minke    : “Apa? Lalu bagaimana nasib Annelies?”
Nyai       : “Mereka akan membawanya ke Nederland, Nak, Nyo.”
Minke    : (terkejut) “Tapi Ma, Annelies kan istriku!”
Nyai       : “Nak, Nyo, sekarang sudah saatnya kita sendiri yang melawan mereka. Meskipun kita tidak akan menang, kita harus melawan sampai tidak bisa melawan lagi. Lawanlah dengan cara terhormat, Nyo. Kau bisa menulis sebagai senjatamu.”
Minke    : “Aku akan menulis tentang kita, Ma, tentang ketidakadilan yang dilakukan pengadilan terhadap kita.”
Namun seberapa besarnya kami berusaha, akhir tetaplah akhir. Kemenangan tidak bisa kami rebut. Annelies dan Boerderij Buitenzorg jatuh ke tangan Maurits Mellema. Tinggal menunggu waktu hingga dia mengambilnya. Annelies sakit karena keputusan pengadilan, terus sakit hingga tiba saatnya dia harus pergi. Kemudian suatu hari datang seorang wanita Eropa berpakaian putih dan langsung menuju pada Annelies yang terbaring lemah.
Nyonya  : “Sudah waktunya kita berangkat, Juffrouw. Kita akan naik kapal besar, mengarungi berbagai lautan, Selat Gibraltar, serta mendarat di Nederland yang indah. Juffrouw akan diasuh oleh abang Maurits yang seorang insinyur kenamaan…”
Annelies: “Ma, aku lebih suka pada ombak dan laut daripada kapal dan Nederland.”
Nyai       : “Tentu, Ann, semua yang kausukai ada di sini.”
Nyonya  : “Di Nederland ada segalanya, Juffrouw, apapun yang kauinginkan ada di sana.”
Annelies: “Mas, aku kan tidak kekurangan apa-apa di sini?”
Minke    : “Tidak Ann, kau berbahagia di sini. Semua yang kauperlukan ada di sini.”
Nyonya  : “Sudah hampir waktunya, Juffrouw.”
Annelies: “Ma, aku takkan kembali lagi ke rumah ini. Beri aku adik yang manis, yang tidak menyusahkan sepertiku.”
Nyai       : “Ann, kami telah berusaha sekuat tenaga kami, Ann… Semua sudah kami lakukan.”
Annelies: “Mas Minke, kita kan pernah berbahagia bersama? Kenanglah kebahagiaan itu, Mas.”
Nyonya  : “Kita sudah terlambat dua menit.”
Annelies: (segera pergi meninggalkan Mama dan Minke, digandeng oleh Nyonya Eropa)
---------------------------------------

0 comments:

Posting Komentar