Butterfly Effect

waktu itu iseng-iseng buka unic77.blogspot.com waktu ada posting soal Butterfly Effect. Filmnya Ashton Kutcher yang berjudul sama lumayan keren menurut saya, walaupun agak membingungkan :D lalu saya baca artikel itu, awalnya karena ada gambar garis-garis lengkung mirip kupu-kupu yang biasa ditemui di buku-buku fisika, saya kira butterfly effect akan berisi angka-angka dan penjelasan bagaimana kepakan sayap kupu-kupu dapat menimbulkan tornado *anak lugu yang menerima sebuah teori begitu saja*..
tapi ternyata tidak, saya salah... ternyata artikel itu berisi teori tentang kehidupan dan segala yang membuat saya tertarik. ini sedikit tentang butterfly effect yang berhasil saya dapatkan setelah browsing.

teori chaos (yang kemudian Edward Norton Lorenz juga menyebutnya sebagai Butterfly Effect Theory), yang secara umum dapat digariskan dengan bahwa “satu kepakan sayap kupu-kupu di langit Indonesia bisa mengakibatkan badai Tornado di belahan dunia yang lain…”. Apa maksud dari bunyi teori tersebut?
Satu frase dasar yang dapat mengilustrasikannya ialah bahwa satu peristiwa kecil saja yang terjadi di masa yang lalu akan mampu memberikan perubahan yang begitu besar pada kehidupan kita saat ini.[rizquilibrium.blogspot.com]

The butterfly effect is a metaphor that encapsulates the concept of sensitive dependence on initial conditions in chaos theory; namely that small differences in the initial condition of a dynamical system may produce large variations in the long term behavior of the system. Although this may appear to be an esoteric and unusual behavior, it is exhibited by very simple systems: for example, a ball placed at the crest of a hill might roll into any of several valleys depending on slight differences in initial position. The butterfly effect is a common trope in fiction when presenting scenarios involving time travel and with "what if" scenarios where one storyline diverges at the moment of a seemingly minor event resulting in two significantly different outcomes. [wikipedia]



nah, benar-benar menarik! sekecil apapun hal yang kita lakukan ternyata bisa berakibat besar suatu hari nanti... saya jadi mulai berpikir, jika saya iseng-iseng meninggalkan sebuah pulpen di kursi tunggu rumah sakit, apa yang akan terjadi pada pulpen itu dua bulan kemudian? mungkin saja ribuan narapidana terbunuh secara misterius karena seseorang mengambil pulpen itu dan menggunakannya untuk menulis dalam Death Note... who knows? :D
kembali tentang film Butterfly Effect-nya Ashton Kutcher yang selalu diputar malem-malem karena ratingnya dewasa, diceritakan bahwa Evan (Ashton) yang mengalami trauma saat kecil dan remaja, menulis jurnal yang dibukanya kembali saat dewasa dan mengantarkan kembali ke masa lalunya. di masa lalunya itu dia memperbaiki hal-hal yang dipikirnya salah, tetapi perubahan kecil yang dilakukannya di masa lalu ternyata berakibat sangat besar pada masa kininya. ada bagian di mana kaki tangan Evan buntung dan aku tidak tahu bagaimana mulanya... T.T *merinding*
well, setelah membaca sedikit teori butterfly effect beserta contoh dan penalarannya, saya pikir saya harus mulai berhati-hati mengepakkan sayap saya.

Category: 0 comments

Haribote Tsumiki - aluto

Tsumiki no you na boku
sore wo tsumu no mo boku
Katachi bakari me wo yari kasaneteku

Kirei ni dekita to homete wa mita kedo
Haribote no tsumiki wa mou sugite

Dokora hen wo naosebayoi
Kuzureru oto ga hibiiteru

Oto fuke, boku, uta,
Kimi no koto wo omoidashi mata tsumi hajimeru
Yoru fuke, hoshi, tsukiakari,
Boku no koto wo tayorinaku tomo terase

Takaku shiyou to shite zuibun senobi wo shita
Soshite jakusha no tsumasaki wa akaku naru

Dokora hen ni tatebayoi
Kamiawanu otto hibiiteru

Kata koto kata koto
Sukima umeru mono ga nai, matayari naosou
Kata yose, toshi, tsuki ima wa,
Kimi no koto wo tayorinaku tomo terashiteru

Tsumiki no you na boku
Sore wo tsumu no wa... kimi

===============================================

yuukica's comment:
YEAH!!!! AKHIRNYA SAYA DAPAT JUGA LIRIK LAGU INI, YEAHAHHAHAHAH!!!
tapi translatenya menyusul ya XD
Category: 0 comments

Resensi buku lagi - Orang dan Bambu Jepang (Ajip Rosidi)

Yosh, hampir berbarengan dengan novel Botchan, saya membeli dua buku lain yang berhubungan dengan Jepang *sekaligus mengosongkan dompet saya yang memang tidak pernah gemuk--dan kecemasan saya tentang sang dompet terbukti beberapa hari selanjutnya*. Yang pertama adalah Misteri Kode Etik Samurai Jepang karangan Boye de Mente. Saya jatuh cinta pada *cover* buku ini ketika membeli Botchan tetapi gak bawa uang lebih :P. Tentang buku ini belum akan saya tulis sekarang, belum selesai saya baca *males*. Yang kedua adalah Orang Dan Bambu Jepang karangan Ajip Rosidi, yang bikin kepincut ketika saya sudah memegang Misteri Kode Etik Samurai Jepang dan ngubek-ubek bagian sosial. Melihat kata 'Jepang' selalu bikin jatuh hati dan selalu jadi setan yang menghabiskan duit saya, maka tanpa perlawanan apa-apa terhadap rasa jatuh cinta yang menghabiskan uang itu, saya membawa pulang kedua buku itu.

Orang dan Bambu Jepang karya Ajip Rosidi, seperti yang tertulis di sampul belakangnya, adalah catatan pak Ajip tentang kehidupan sehari-hari di Jepang ketika beliau mengajar di sana. Pada bagian awal dijelaskan filosofi bambu dengan orang Jepang, tapi saya lupa lagi :P.
Buku ini sederhana dan bahasanya mudah dimengerti *walaupun ada bentuk kalimat-kalimat yang aneh, mungkin karena ini buku lama yang dicetak ulang*, dan menurutku sih enak dibaca. Setiap bab menjelaskan hal yang berbeda tentang kehidupan orang Jepang, ringkas dan padat. Buku ini kusarankan buat para author yang ingin menulis cerita atau fanfic bersetting di Jepang, jangan asal nebak aja *sadar diri* karena di sini dijelaskan betapa berbedanya kualitas manusia Jepang dan kehidupannya dibandingkan orang Indonesia!

Saya paling suka bagian yang menjelaskan pelayanan masyarakat kayak bikin paspor dan KTP. Pak Ajip mengatakan bahwa pelayanan di Jepang sangat cepat, bahkan untuk hitungan membuat paspor. Bahkan ketika masyarakat pendatang semakin memadati Jepang, pelayanan itupun ditingkatkan sehingga waktu bisa dihemat. Nah lo... Indonesia gimana tuh?
Yang keren juga bagian tentang lalu lintas. Percaya nggak percaya, pengendara mobil di Jepang sangat menghargai pejalan kaki. Tahu sebabnya? Kalau sampai terjadi kecelakaan hingga korban meninggal, si pengendara mobil harus mengganti rugi untuk keluarga korban SEBANYAK PENDAPATAN YANG SEHARUSNYA DIDAPATKAN KORBAN ANDAIKAN DIA MASIH HIDUP... Nah lo nah lo... orang Jepang kan terkenal workaholic tuh, gimana kalau korban kecelakannya kerja seumur hidup?

Yah, menurutku buku ini nyaris lengkap, tapi lebih dari itu, buku ini asyik!
Waktu selesai membaca suatu bab, membalik halamannya, dan mendapati tidak ada bab baru, saya kecewa T.T bener, buku ini asyik banget dibaca, apalagi pak Ajip juga membandingkan keadaan Jepang dengan Indonesia.

Well, aku belum dapat gambar covernya, tapi semoga cepet dapat :D

Aku menyarankan buku ini dibaca, oki doki? ^_^b

Superman - Five For Fighting

I can't stand to fly I'm not that naive

I'm just out to find The better part of me

I'm more than a bird...i'm more than a plane
More than some pretty face beside a train
It's not easy to be me

Wish that I could cry Fall upon my knees
Find a way to lie About a home I'll never see

It may sound absurd...but don't be naive
Even heroes have the right to bleed
I may be disturbed...but won't you concede
Even heroes have the right to dream
It's not easy to be me

Up, up and away...away from me
It's all right...you can all sleep sound tonight
I'm not crazy...or anything...

I can't stand to fly I'm not that naive
Men weren't meant to ride
With clouds between their knees

I'm only a man in a silly red sheet
Digging for kryptonite on this one way street
Only a man in a funny red sheet
Looking for special things inside of me

I'm only a man In a funny red sheet
I'm only a man Looking for a dream

I'm only a man In a funny red sheet
And it's not easy, Its not easy to be me
Category: 0 comments

Gomoji no Ito - A Loveless Fanfic

yooooo lama banget gak posting di blog >o<
dan aku kembali dengan label baru, yaitu FANFIC!!! uwahahaha~
gak nyangka aku bisa bikin fanfic juga...
so this is my very first fanfic...
====================================================


What do you hide in your heart, Soubi?
My first fanfic, Loveless fanfic, dengan judul yang diambil dari lagunya aluto.
Rate : T
Genre : Angst/ Romance
Disclaimer : Yun Kouga.


Gomoji no Ito


Soubi teringat akan sentuhan Ritsu-sensei yang terasa memanjakan tubuhnya, dan pada saat yang sama dia teringat ketika Ritsu-sensei melayangkan cambukan yang merobek kulit punggungnya.
Soubi teringat akan pertemuan pertamanya dengan Aoyagi Seimei. Seimei yang masih sangat muda dan manis. Seimei yang lebih pendek darinya, dengan senyum menawan.
“Jadi… kutuliskan namaku di sini?” tanya Seimei pada Soubi, tersenyum manis sambil menyentuh leher Soubi dengan jari-jarinya yang lembut.
Serpihan-serpihan kenangan itu begitu…
“Jangan sentuh aku.”
…menyakitkan.
Aku ingin memakaikan syal padamu. Aku tidak mau kau sakit.
“Aku tidak sudi kausentuh dengan tangan kotormu itu. Pulanglah, tidurlah seorang diri di kamarmu yang kosong.”
“Aku mengambil telingamu agar kau menjadi budakku.”
Aku tidak bisa lagi menangis. Hatiku hancur, tetapi aku tidak bisa menangis.
Soubi menorehkan warna merah ke kanvasnya, namun dia pikir warna itu salah berada di sana. Dicecarnya kembali coretan warna merah itu dengan cat hitam.
“Aku suka melihat rasa kesepian di wajahmu.”
Seimei. Seimei. Seimei. Aku hidup hanya untukmu, my Sacrifice.
Seperti apa dia memperlakukan Ritsuka? Begitu lembutkah? Begitu penuh kasih sayangkah? Ritsuka tampak begitu menyayangi Seimei. Mengapa dia tidak memperlakukanku seperti itu? Aku hidup untuknya, tetapi dia tidak hidup untukku.
Apakah Seimei-ku dan Seimei milik Ritsuka… berbeda?
“Soubi! Jadi kau datang padaku karena Seimei yang menyuruhmu? Kau selalu me-ngatakan kau mencintaiku! Kenapa?! Karena Seimei menyuruhmu?”
Suara Ritsuka bergetar. Aku tahu rasanya. Aku sangat tahu.
“Berhentilah mencintaiku! Aku benci mendengarmu mengatakannya!”
Ritsuka?
“Soubi!”
Berbagai perasaan yang menggedor-gedor hati Soubi sejak tadi, perasaan yang menyakitkan dan membingungkan, seketika tergantikan oleh kekhawatiran saat Soubi mendapati Ritsuka berdiri dengan seluruh tubuhnya basah kuyup di pintu. Payung yang dibawa anak itu sepertinya tidak bisa mengatasi hujan badai di luar.
“Aku memanggilmu sejak tadi!” Ritsuka terlihat jengkel dan mendorong Soubi de-ngan kedua tangannya. Soubi selalu ingin tertawa melihat Ritsuka marah, tetapi kali ini niatnya urung.
“Kau demam,” Soubi menutup pintu di belakang Ritsuka sehingga irama hujan badai di luar sana terpotong dari jangkauan pendengarannya. “Apa yang kaulakukan di tengah hujan begini? Kau bisa menghubungiku jika ada yang kaubutuhkan.”
“Bodoh!” bentak Ritsuka. “Kau tadi bilang di telepon bahwa kau sakit! Makanya aku datang!”
Soubi terdiam. Ritsuka membawa sesuatu dalam kantong plastik, tetapi Soubi tidak ingin tahu apa itu. Dia merasa bersalah karena membohongi Ritsuka. Merasa bersalah karena dia terbawa perasaan dan membuat Ritsuka menembus hujan untuk menemuinya. Selalu saja seperti ini. Soubi merasa selalu dikendalikan melampaui kemampuannya menguasai dirinya sendiri.
Aku selalu membohongi… Ritsuka. Dan diriku sendiri.
“Kau berbohong lagi padaku.”
“Maafkan aku,” bisik Soubi. Dikeringkannya tubuh Ritsuka dengan handuk setelah melepaskan pakaiannya yang basah. Tubuh kecil Ritsuka tampak merah dan agak panas. “Kau demam,” kata Soubi lagi sambil memakaikan pakaian kering pada Ritsuka. Ritsuka tidak merespon, tampak lelah.
“Jadi kau tidak sakit?” tanya Ritsuka.
“Ssstt,” Soubi meletakkan jari telunjuknya pada bibir Ritsuka, lalu membaringkannya di tempat tidurnya.
“Soubi!” Ritsuka memberontak. “Aku tidak—“
“Ya, kau sakit.”
Jika Ritsuka tidak datang, perasaanku takkan sesakit ini.
“Apa yang kaulukis?”
“Abstrak.”
Soubi tidak ingin memandang mata Ritsuka. Memandang mata polos itu membuat hatinya tercabik, seperti ketika dia masih terlalu muda untuk mengetahui bahwa kedua orangtuanya meninggal, bukan hanya tidur seperti pikirannya saat itu.
“Kenapa abstrak? Banyak hal indah yang bisa kaulukis.”
“Ritsuka, sebaiknya kau beristirahat.”
“Jangan mengaturku!”
“Baiklah.”
Keindahan? Itu sebuah hal yang abstrak, seperti kesedihan. Tidak ada yang pernah bisa melukiskan kesedihan, karena kesedihan hanya bisa dirasakan.
“Tanganmu kotor.”
Aku suka rasa sakit saat kauukirkan namamu di leherku. Semua rasa sakit yang kauciptakan pada tubuhku, luka, darah,… semua itu adalah tanda kepemilikanmu atas diriku. Bukankah begitu? Rasa sakit ini… berbeda dari yang dirasakan orang lain.
“Orangtuamu meninggal. Kalau kau tidak mengerti itu, kau bodoh.”
“Diam! Aku tidak mengizinkanmu bicara! Aku tidak akan memaafkanmu.”
“Bangun, Soubi! Cambukan itu bukan apa-apa!”
“Soubi, kau selalu menyembunyikan sesuatu dariku!”
Luka itu bisa kaulukiskan di tubuhku semaumu, tetapi kesedihan itu… Kesedihan itu hanya bisa kurasakan. Jika kau tidak ingin aku mengatakannya, tidak akan kukatakan. Tetapi bagaimanapun kau memerintahkanku untuk melukiskan kesedihan, kau tidak bisa membuat-ku patuh padamu.
Aku tidak bisa merasakan apapun selain kesedihan. Kesedihan, yang sudah menggerogoti hatiku terlalu dalam, meneguk habis air mataku dan…
“Soubi!”
Kedua lengan mungil Ritsuka melingkari tubuh Soubi. Soubi tersentak, merasakan suhu tubuh Ritsuka yang melekat ke tubuhnya meningkat. Napas Ritsuka mengalir dari celah yang tercipta antara wajahnya dan punggung Soubi, tersengal-sengal, napas yang basah.
“Kau tidak mau mengatakan apapun padaku.”
Ritsuka menangis.
“Kau tidak pernah memikirkanku. Kau selalu memikirkan Seimei.”
Soubi menarik Ritsuka ke pangkuannya, memeluknya erat-erat. Wajah Ritsuka yang merah karena demam dan menangis membuat hati Soubi semakin tidak karuan.
“Kenapa kau mengganti bajuku yang basah?” isak Ritsuka. “Bukankah hanya Seimei yang kaukhawatirkan?”
Seperti yang selalu terjadi, Soubi tidak bisa menjawab. Memang, aku mengkhawatirkan Seimei, tetapi…
“Kenapa kau menyuruhku menghubungimu? Bukankah hanya Seimei yang menghubungimu selama ini? Kalau Seimei masih hidup, kau akan meninggalkanku, kan, Soubi? Kau akan selalu bersama Seimei dan melupakanku, kan?”
“Jangan…”
Soubi teringat sepotong memori tentang kecupannya di bibir Ritsuka. Hanya ciuman, namun setiap dia memberikannya, setiap ciuman itu menjadi ciuman yang berbeda. Ciuman yang semakin dalam seiring waktu, mengikatnya dengan Ritsuka dengan benang yang tak terlihat.
Soubi mengecup bibir Ritsuka. Air mata Ritsuka berlinangan, membasahi tangannya yang memegang wajah anak itu. Jangan sebutkan nama itu, Ritsuka.
Benang yang berbeda dari benang pengikatnya dengan Ritsu-sensei maupun benang yang membuatnya menjadi milik Seimei.
Ritsuka melepaskan kecupan Soubi, memandangi pria di hadapannya dengan mata penuh air yang membuat Soubi merasa sangat berdosa, lalu dipeluknya Soubi erat-erat sambil tersedu. Tampaknya Ritsuka lupa bahwa dia tidak pernah mau seseorang tahu dia menangis.
“Aku tidak akan melupakanmu,” Soubi mengusap telinga kucing Ritsuka.
“Ya, kau akan melupakanku, jika…”
“Ritsuka, tataplah aku.”
Wajah Ritsuka yang merah dan basah manis sekali.
Soubi menunggu hingga Ritsuka bisa mengendalikan tangisannya, kemudian ditatapnya mata Ritsuka. Soubi merasa damai dan luka hatinya, meskipun hanya segores kecil, terasa terobati. Ritsuka manis seperti Seimei, tetapi tatapannyalah yang membuat Soubi merasa selalu terhubung dengan Ritsuka.
Aishiteru, Ritsuka.”
Tubuhnya panas.
“Walaupun Seimei tidak memintaku untuk mencintaimu, aku… aku akan menyerahkan segalanya demi kau, Ritsuka. Aku tidak bisa mengendalikan kata-kata menjadi mantra agar kau bisa mempercayaiku sepenuhnya, tetapi… kurasa kata-kata itu menjadi benang yang mengikat kita… begitu sederhana… aku ingin kau mengucapkannya. Kau memiliki kekuatan untuk mengendalikan benang berupa kata-kata itu.”
“Apakah… seperti saat kau menggunakan mantra?”
Ritsuka. Ritsuka. Ritsuka.
“Peluklah aku,” bisik Soubi. “Aku ingin kau memelukku, my Sacrifice.
Soubi teringat akan rasa hangat yang menyergap hatinya saat Ritsuka memintanya menciptakan kenangan bersama, pada hari pertama kali mereka bertemu.
Soubi teringat ketika dia melarang Ritsuka menyentuhnya karena tangannya berdarah akibat Youji, dan saat itu Ritsuka marah. Tidak seperti Seimei. Tidak.
Soubi teringat rasa ketika ditatapnya mata Seimei atau Ritsu-sensei; perasaan seperti melihat ke dalam kegelapan.
Lebih dari itu, Soubi baru saja menyadari, dia tidak bisa mengalahkan mantranya sendiri. Mantra paling kuat yang meresap ke dalam dirinya ketika memandang mata Ritsuka, memandang perasaan yang menuntut pengakuannya.
Pengakuan dari hatinya. dari ikatan benang di hati mereka berdua.


250610

bisa juga dilihat dan direview di page fanfic saya ini di ffn
lagu Gomoji no Ito yang dinyanyikan aluto bisa didownload di sini
simak liriknya juga ya ^_^v
Category: 0 comments